Blankon Jogja: Kekayaan Budaya dan Filosofi di Balik Penutup Kepala Tradisional
Blankon adalah sebuah simbol budaya yang kaya akan makna dan nilai-nilai tradisional yang melekat erat pada masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta. Sebagai penutup kepala tradisional pria, blankon tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap busana, tetapi juga memiliki filosofi dan sejarah yang mendalam. Selain itu, blankon menjadi identitas sosial yang menandakan kedudukan atau martabat seseorang di dalam masyarakat.
Filosofi dan Makna Blankon Jogja
Blankon Jogja lebih dari sekadar kain penutup kepala. Bagi masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta, blankon mengandung makna simbolis yang sangat dalam. Setiap lipatan dan motif yang ada pada blankon mengandung harapan dan tujuan hidup yang lebih besar. Masyarakat Jawa meyakini bahwa kepala merupakan bagian tubuh yang sangat penting, karena itu blankon dipakai untuk memberikan perlindungan sekaligus membawa pengaruh baik dalam kehidupan sehari-hari.
Dahulu, pembuatan blankon dilakukan oleh para seniman yang ahli dalam mematuhi pakem atau aturan tertentu dalam pembuatannya. Hanya mereka yang memahami aturan ini yang diperbolehkan membuat blankon. Proses pembuatan blankon memerlukan keterampilan dan ketelitian tinggi, karena bentuk dan komposisinya melambangkan nilai estetika serta spiritualitas.
Blankon tradisional terbuat dari kain berbentuk persegi yang diikatkan pada kepala, dengan ukuran sekitar 105 cm x 105 cm. Namun, seiring perkembangan zaman, blankon modern kini dibuat lebih praktis dengan menggunakan setengah dari ukuran kain tersebut. Meski lebih sederhana, makna dan nilai estetika dari blankon tetap dipertahankan.

Ciri Khas Blankon Jogja: Bentuk dan Filosofinya
Salah satu ciri khas yang membedakan blankon Yogyakarta adalah bentuknya yang memiliki mondolan di bagian belakang. Mondolan adalah tonjolan yang berbentuk bulat, yang dulunya digunakan untuk menahan rambut panjang agar tetap rapi. Makna dari mondolan ini adalah simbol kebulatan tekad pria untuk menjalankan tugasnya, meskipun tugas tersebut penuh tantangan.
Setiap bagian dari blankon juga memiliki nama dan makna tersendiri, yang mencerminkan nilai hidup yang diterapkan oleh masyarakat Jawa:
- Wiron: Bagian ini merupakan lilitan kain pada blankon yang berjumlah 17 lapis, yang melambangkan jumlah rakaat dalam salat sehari-hari. Ini mencerminkan kedisiplinan dalam beribadah dan hidup.
- Kuncung: Bagian ini terletak di depan dan melambangkan kebijaksanaan. Bentuknya yang menyerupai wajik atau persegi empat menggambarkan harmoni dan kestabilan.
- Tengahan: Merupakan bagian yang menghubungkan wiron dan bagian depan blankon. Ini melambangkan keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat.
- Sintingan: Bentuknya seperti sayap yang ada di belakang blankon. Pada beberapa jenis blankon, sintingan ini dibiarkan terlepas untuk menunjukkan kekuatan dan kebebasan berpikir.
- Mondolan: Tonjolan di bagian belakang blankon yang melambangkan tekad dan kekuatan pria dalam menjalani tugasnya. Dulu, mondolan juga berfungsi untuk menahan rambut panjang.
- Kepet: Kain yang menggantung di belakang blankon, seringkali melambai seperti sirip ikan. Panjang kepet bervariasi dan menambah keindahan serta keanggunan dari blankon itu sendiri.
Motif Blangkon Jogja: Filosofi yang Mendalam
Motif pada blankon Jogja bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Berikut adalah beberapa motif yang sering ditemukan pada blankon Jogja:
- Motif Truntum: Motif ini menggambarkan bunga kecil yang melambangkan bintang di malam hari. Truntum memiliki makna bahwa kehidupan manusia penuh dengan dualitas, seperti kaya dan miskin, terang dan gelap, bahagia dan sedih.
- Motif Modang: Motif ini melambangkan kesaktian dan kebijaksanaan dalam meredam amarah dan angkara murka. Modang mengajarkan bahwa untuk mengalahkan musuh dari luar, kita harus terlebih dahulu mengalahkan musuh dalam diri kita sendiri.
- Motif Kumitir: Menggambarkan sifat orang yang tidak mudah berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam hidup. Motif ini mengajarkan pentingnya semangat dan kerja keras.
- Motif Celeng Kewengen: Motif ini melambangkan keberanian dan sifat yang jujur. Celeng Kewengen menunjukkan sikap yang polos, apa adanya, dan selalu berani menghadapi tantangan hidup.
- Motif Blumbang: Menggambarkan kolam yang penuh air, yang melambangkan sumber kehidupan. Blumbang mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam hidup.
Blankon Jogja dalam Perkembangan Zaman
Seiring berjalannya waktu, blankon tidak hanya menjadi bagian dari busana tradisional, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan dan identitas budaya. Saat ini, blankon tidak hanya dikenakan pada acara-acara adat atau formal, tetapi juga digunakan sebagai aksesori fesyen yang dipadukan dengan gaya modern.
Blankon Jogja kini banyak diproduksi oleh para pengrajin lokal, yang membuatnya dalam berbagai varian motif dan desain. Selain itu, blankon juga menjadi pilihan populer sebagai souvenir atau oleh-oleh khas Yogyakarta, dengan desain yang menarik dan memadukan unsur tradisional dengan modernitas.
Kesimpulan
Blankon Jogja bukan hanya sekadar penutup kepala, tetapi merupakan simbol budaya yang mengandung filosofi hidup, kebijaksanaan, dan kedisiplinan. Setiap lipatan dan motif pada blankon menyimpan nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalani hidup. Dari sekadar busana tradisional, blankon kini menjadi ikon budaya yang tak lekang oleh waktu dan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Bagi siapa saja yang ingin merasakan nuansa budaya Yogyakarta, mengenakan blankon adalah salah satu cara terbaik untuk melakukannya.
Jika Anda berkunjung ke Yogyakarta, jangan lupa untuk membeli blankon Jogja sebagai oleh-oleh khas yang sarat akan makna dan filosofi, serta sebagai bagian dari perjalanan Anda memahami lebih dalam budaya Jawa yang kaya akan tradisi.